28 Oktober 2007

Tajuk Rencana: Lebaran & Pengertian

Gema takbir mengakhiri bulan Ramadhan. Saatnya manusia mengucapkan minal aidin wal faizin. Mohon maaf Lahir dan Bathin. Bulan ramadhan memang setiap tahunnya di isi umat muslim yang beriman melakukan ibadah. Bulan ini disebut sebagai bulan membakar dosa. Hari raya merupakan hari dimana seorang anak manusia dilahirkan kembali bersih layaknya bayi. Namun tak semua mendapatkan karunia itu. Salah satu yang utama tak diterima amalan seseorang jika belum saling memaafkan.
Maaf memang hanya 4 huruf namun tak semua orang punya keberanian mengungkapkannya. Meski sebenarnya mereka yang berani lebih dahulu menyampaikan ucapan maaf lebih baik dari mereka yang menerima. Kenapa itu terjadi ? tak lain gengsi dan merasa dirinya lebih baik dari yang lain.
Ritual Ramadhan memang kalender tetap namun yan terpenting apa yang menjadi perubahan setelah melampaui bulan penggeblengan itu. Dosen IAIN Sumut saat safari Ramadhan di Dairi menyebut dijamin selama Ramadhan korupsi berkurang drastis. Ini suatu berkah. Namun tak dijaminnya setelah ramadhan korupsi itu juga berkurang. Bahkan mungkin oknum-oknum pelakunya justru “merapel” korupsi yang sebulan tak dilakukannya. Kenapa itu terjadi karena bulan Ramadhan adalah bulan penuh berkat dan setan dibelenggu. Tapi itu hanya untuk mereka yang melakukan puasa.
Bagaimana perayaan idul fitri di Dairi agaknya tak berbeda dengan tahun lalu. Ritual sholat selama bulan puasa, pawai serta saling berkunjung dilakukan. Perantau yang mudik. Ini pemandangan yang terjadi.
Namun ada yang pantas menjadi bahan renungan ketika kaum minoritas butuh pengertian. Ini mungkin yang perlu pemkab Dairi fikirkan. Ketika beberapa kota di sumut memberlakukan libur lebaran hingga masuk kembali pada 22 oktober justru di Dairi menjadi asing. Anak sekolah mulai belajar kamis 18 oktober. Suatu kebijakan yang memang kurang tepat..
Cukup ironis memang saat PNS masuk 22 Oktober justru anak sekolah masuk pada 18 oktober. Guru juga kan PNS ? ini suatu ketidak propesionalan dinas pendidikan. Waktu itu tergolong singkat bahkan masih dalam suasana liburan. Bayangkan saja mereka yang harus berkunjung ke tempat orang tuanya diluar Dairi harus buru-buru kembali. Belum lagi harus silaturahmi dengan tetangga.
Memang kebijakan pendidikan khususnya musim libur idul fitri di Dairi agaknya sejak pendidikan diotonomikan kurang mendapat perhatian serius. Memang hingga kini staf dinas pendidikan Dairi nyaris tidak ada yang muslim. Artinya kebijakan yang dilakukan dinas tanpa melihat dan mengerti sebenarnya makna lebaran itu sendiri. Bukankah ketika seorang pemain bola mengomentari olahraga catur menjadi berantakan ?. inilah yang terjadi kini di Dairi.
Banyak orang tua memang mengeluhkan kebijakan libur anak sekolah itu. Namun mereka tak tahu harus berkata apa karena memang serba tertutup dan masih minimnya pejabat yang mengerti tentang perayaan idul fitri itu sendiri . Paling dikhawatirkan justru umat muslim Dairi mengira ini suatu kesengajaan yang bertendensi SARA. Padahal bukan, hanya mereka yang mengurusi dunia pendidikan Dairi nyaris tidak ada yang beragama Islam sehingga kebijakan yang dilakukan sama sekali tidak menyentuh.
Hendaknya hal ini menjadi perhatian pemkab Dairi pada tahun mendatang. Mempertanyakan kebijakan menyangkut agama hendaknya pada ahlinya. Atau setidaknya pemkab Dairi juga harus menempatkan mereka yang mengerti muslim pada dinas pendidikan Dairi. (***)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar