25 November 2007

Pembusukan Karakter Balon Kepala Daerah Melalui Media Massa

Hammer dan Hogan dalam bukunya how to manage conflic, mengatakan pengertian konflik sebagai segala bentuk pertikaian yang terjadi dalam organisasi, baik antara individu dan individu, antara individu dengan kelompok maupun antara kelompok dengan kelompok yang bersifat antagonistis. Konflik selalu melibatkan dua orang atau lebih (perorangan atau kelompok) yang terjadi apabila salah satu fihak merasa kepentingannya dihalang-halangi atau akan dihalang-halangi. Hal yang mendorong munculnya konflik tentu saja karena ada kepentingan yang ingin di capai namun dirasa ada sesuatu (hambatan, rintangan atau lawan) yang berpotensi menghalangi tujuan. Biasanya konflik timbul karena orang lain atau sesuatu dipandang berpotensi ditakuti dapat mengganggu berbagai proses dalam upaya memperoleh cita-cita, menjadi kepala daerah misalnya. Namun biasanya konflik muncul begitu saja tidak direncanakan sebelumnya. Tetapi paradigma baru, dewasa ini, orang pintar menggunakan konflik sebagai senjata ampuh membentuk opini dan menghancurkan karakter seseorang ataupun kelompok. Karakter yang dimaksud adalah jiwa, sosok, maupun kredibilitas yang melekat pada diri seseorang atau kelompok dan tentunya seseorang atau kelompok itu memiliki kekuatan atau power.
Ketakutan inilah yang mendorong penciptaan konflik ditengah-tengah masyarakat melalui berbagai cara dan media massa adalah tempat yang tepat mengumandang-kannya. Orang pintar mengatakan, komunikasi adalah proses penyampaian informasi atau pesan-pesan (message) dari satu fihak kepada fihak lain melalui media tertentu. Sebagai media massa apakah koran, majalah, radio maupun televisi merujuk etika jurnalistik sebenarnya sah-sah saja jika media massa dipergunakan untuk mengekspose kejelekan, keburukan atau kelemahan seseorang apalagi pada proses pemilihan kepala daerah. Di banyak kasus, menjelang pemilihan umum khususnya pemilihan kepala daerah, orang awampun sudah dapat menilai sebuah surat kabar atau media elektronika berdiri membela siapa. Melalui pemberitaan sepanjang detik, menit, jam, harian, mingguan maupun bulanan terlihat jelas pembelaan mela-lui foto dan berbagai sepak terjang seseorang mempromosikan bahwa dirinya adalah sosok yang tepat dipilih menjadi pemimpin. Ada-ada saja berita yang dikemas sebagai alasan untuk tampil, dari berita peresmian serikat tolong menolong (STM) sampai kepintarannya sewaktu di Taman Kanak Kanak pun dirasa perlu dimuat. Upaya tersebut sebenarnya adalah jalan baik untuk lebih memperkenalkan diri (karena sebelumnya tidak dikenal) kepada orang lain dan sebagai upaya memudarkan pikiran simpati orang kepada lawan politiknya. Tetapi ada juga penguasaan media massa yang khusus menjelek-jelekan, bahkan menghancurkan masa depan orang lain. Lihat saja seorang anggota senat (menteri) di Amerika yang mengundurkan diri karena ditekan lawan politiknya melalui pemberitaan affair dirinya dengan seorang wanita, kasus yang sama juga terjadi pada oknum kepala daerah dan anggota DPR/DPRD di Indonesia.
Pada sisi penguasaan media massa ini, kedewasaan masyarakat benar-benar teruji untuk melihat siapa sebenarnya yang baik dan buruk, yang pintar dan bodoh dan yang pantas atau tidak pantas. Kaum politisi maju era kini tidak lagi terlalu repot mempergunakan media massa untuk memperoleh dukungan masyarakat, ada cara yang dipandang lebih strategis seperti melalui pendekatan dari hati ke hati dan pendekatan kebutuhan. Lagi pula insan pers jaman sekarang sudah terlalu pintar untuk dapat dipermainkan dan diperalat sesuai nilai kontrak. Jujur sajalah, aji umpung sebenarnya telah banyak menipu calon kepala daerah yang miskin atau yang kaya. Sebagai contoh pembelajaran, di sebuah media massa sosok seseorang acapkali tampil seolah-olah dirinya matahari yang harus terbit menyinari bumi setiap hari, namun ia lupa, tidak semua orang yang menginginkan sinar matahari tersebut terik bersinar sepanjang hari. Tidak percaya, tanyakan saja kepada anak sekolah yang berjalan kaki sepanjang hari, petani yang baru menanam tanamannya, termasuk wanita-wanita cantik yang berkulit halus. Maksudnya, ada saatnya matahari dibutuhkan sinarnya terik namun dibutuhkan juga matahari yang redup seperti mendung serta kadang matahari harus mengalah dan memberikan kesempatan kepada hujan untuk tampil kedepan. Persoalannya terletak pada kepintaran mengatur waktu agar penampilannya tidak menjengkelkan orang lain bahkan membuat marah, tetapi membuat orang merasa tersanjung, simpati dan yakin akan diri kita.
Bila seorang bakal calon kepala daerah (balon) melakukan pendekatan dari hati ke hati serta pendekatan kebutuhan (lebih ekstrim), dukungan tidak akan lari kemana-mana. Walaupun media massa menyanjung kita sampai ke ujung langit, apakah isteri, anak atau saudara lawan politik akan berpaling kepada kita? Jawabnya, mustahil … tetapi apakah peluang itu ada? jawabnya ada. Kuncinya, bagaimana kita mampu meru-muskan pola penghancuran karakter yang sebenarnya terhadap lawan politik tidak sekedar pembusukan karakter di media massa yang tidak semua orang membacanya. Kalaupun nantinya busuk masih bisa di obati, kalau sudah hancur, bagaimana . Sesungguhnya sudah banyak dipraktekkan dalam dunia perpolitikan modern dewasa ini, namun tidak semua orang mendalaminya dengan seksama. Jika di kaji-kaji, ide ini sudah kuno walaupun demikian, masih saja banyak orang yang terperosok maupun dijerumuskan sengaja ke persoalan-persolan harta, tahta atau kekuasaan, dan lawan jenis (pria atau wanita). Kita harus ingat tidak semuanya yang kuning itu emas, namun ada juga warna kuning itu kotoran manusia demikian juga tidak semua kawan itu kawan dan tidak semua lawan itu lawan. Pembusukan karakter bagi balon kepala daerah adalah pekerjaan lamban dan cenderung sia-sia, mengapa takut mencoba pembunuhan karakter? Tulisan ini adalah sedikit pemikiran yang ingin membuka penjajahan prilaku yang dilakukan berbagai politikus yang sering kali mengorbankan orang baik yang bertujuan baik membangun masyarakat. Jika sudah begini, persiapkanlah diri menghadapi penghancuran karakter, siapa takut silahkan menjadi penonton di pinggir lapangan. (Penulis adalah Sekretaris IKADI-PP Dairi/Pakpak Bharat, Redaktur Majalah Kirana, www.rhgmsi. blogspot. com & e-mail : rhgmsi@yahoo.com)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar