Parongil-Dairi Pers: Aparatur pemerintah sepertinya dipersiapkan untuk bekerja paruh waktu untuk negara dan sebagian untuk keperluan diri, keluarga dan kelompoknya. Meja basah merupakan istilah pemerintahan yang de fakto walaupun istilah itu tidak ditemukan dalam tata bahasa ketatanegaraan. Namun istilah itu adalah praktik yang nyeta dan menjadi rebutan.
Mengapa banyak aparatur mengejar meja basah tersebut dengan alasan untuk mengabdi adalah karena didorong keinginan untuk mendapatkan sedikit uang siluman. Anehnya, masyarakat ternyata semakin menghargai aparatur pemerintah yang berhasil menduduki kursi basah karena rasa hormatnya pada uang dan masih banyak warga, baik umum maupun keluarga, menginginkan ada orang lain membayar kopinya di kedai. Saat mengumpulkan dana partisipasi (tumpak) pada pesta keluarga aparatur bermeja basah itu akan menjadi pahlawan kecil di sana.
Untuk semua tingkat birokrasi, mulai dari kelurahan hingga paling atas, gumpalan uang yang tidak memerlukan tanda tangan dan stempel itu masih sangat ditunggu. Kondisi itu hanya bisa dihentikan kalau aparatur negara kaya uang dan kaya moral. Tidak boleh hanya salah satu.
Herald Resources tidak berpengalaman berurusan dengan birokrasi Indonesia. Dengan begitu mereka terbentur saat ini karena tidak mempelajari kenyataan meja basah yang tidak boleh termaktub dalam peraturan resmi. Perusahaan pertambangan itu telah memenuhi semua persyaratan sesuai peraturan namun tidak ada informasi dari Dept. Kehutanan apakah permohonan mereka untuk pinjam pakai hutan lindung diproses atau tidak.
Banyak investor asing bidang pertambangan yang hengkang dari Indonesia karena terbentur kerumatan mendapatkan izin dari pemerintah. Izin awal dari pemerintah berupa kontrak karya sering diabaikan oleh birokrat pemerintah. Konon, hanya dua persen dari keseluruhan investor yang berhasil melakukan kegiatan produksi di Indonesia karena sebagian besar terhambat birokrasi yang berbelit-belit. Seperti biasa, persyaratan sesuai peraturan yang berlaku ternyata tidak bisa dijadikan menjadi persyaratan utama untuk proses suatu urusan ke birokrasi pemerintah.
Saat ini, kerumitan itu hampir menghambat kelangsungan lanjutan kegiatan PT.DPM yang telah menyelesaikan eksplorasi di Sopokomil, Desa Longkotan, Kec.Silimapunggapungga, Kab.Dairi. Perusahaan itu mendapatkan kontrak karya 27.500 ha areal di tiga kecamatan yakni Silimapungga- Siempat Nempu Hilir dan Kec.Tanah Pinem. Saat itu kontrak karya diteken Presiden Suharto.
Perusahaan memulai eksplorasi tahun 1998. Tahun 2004 studi kelayakan menyatakan bahan tambang zinkum dan timbal di Anjing Hitam, Sopokomil layak dieksploitasi. Walaupun perusahaan telah membuat permohonan yang dilengkapi berbagai persyaratan yang dibutuhkan sesuai peraturan, namun Menteri Kehutanan belum menggubris permohonan izin itu hingga akhir 2007.
Akhir Oktober manajer Humas dan Program CD PT.DPM Parlinungan Sibarani mengatakan manajemen perusahaan sedang kebingungan karena tidak ada kegiatan yang berarti sementara biaya operasional perusahaan tetap berjalan. Katanya, lima bulan lagi keadaan masih seperti itu perusahaan akan mengalami krisis keuangan dan akan berdampak luas. Katanya, perusahaan te-lah mengeluarkan dana sebesar 11 juta dolar AS hnya untuk eksplorasi. Untuk tahap berikutnya, perusahaan membutuhkan dana sebesar 160 juta dolar AS. Dari jumlah itu 90 juta dolar sudah diperoleh dari pinjaman bank dan 70 juta lainnya masih tahap negosiasi. Negosiasi dengan perbankan dunia selalu terganggu kalau sudah berbicara tentang izin.
Walaupun tidak diketahui kejelasan proses izin itu, namun PT.DPM tidak merasa putus asa. Perusahaan itu tetap melakukan kegiatan membangun fasilitas pendukung eksploitasi seperti pembukaan jalan hantar dari Paorngil ke pinggir hutan lindung sepanjang 4,1 km. Pembukaan itu telah selesai. Saat ini perusahaan sedang membangun perumahan di atas lokasi 4 ha di kaki bukit Sopokomil. Perusahaan berencana membangun 48 unit rumah kayu di luar kawasan hutan lindung. Namun rencana itu boleh berubah, tergantung kejelasan izn pinjam pakai hutan lindung. Demikian dijelaskan Parlindungan Sibarani. Cadangan yang ditemukan di lokasi Anjing Hitam sebanyak 6,6 juta ton batuan yang mengandung zinkum dan timbal. Cadangan itu tergolong kecil tetapi kandungan bahan tambangnya besar yakni 15 persen. Cadangan tersebut diperkirakan ditambang selama tujuh tahun. Namun di sekitar Anjing Hitam yakni di Lae Jahe telah ditemukan indikasi cadangan batuan sebesar 4,4 juta ton. Dengan demikian masa penambangan bisa bertambah sekitar lima tahun. Perusahaan patungan Indonesia-Australia itu telah memulai eksplorasi di Desa Sinar Pagi, Kec.Tanah Pinem. Belum ada kepastian tetapi diperkirakan positif ada cadangan batuan yang mengandung bahan tambang yang dicari.
PT.DPM akan melakukan pemisahan zinkum dan timbal dari batuan menggunakan sistem pengapungan dengan zat karbon. Bahan akan dikirim ke luar negeri dalam bentuk konsentrat melalui pelabuhan khusus di Kuala Tanjung, Kab. Asahan. Saat ini pelabuhan tersebut sedang dikonstruksi. Bahan tambang itu harus dikirim ke luar negeri karena Indonesia belum memiliki pabrik peleburannya (smelter). Zinkum (seng) adalah logam yang dipergunakan menjadi campuran logam lain agar tidak berkarat sedikitnya 50 tahun.
Pada tahap sekarang saja PT.DPM telah memberikan kesempatan hidup kepada ratusan orang, tetapi sebagian terpaksa dirumahkan karena perusahaan tidak bisa melakukan kegiatan. Kebetulan 80 persen kegiatan berada di kawasan hutan lindung. Menurut Parlindungan Sibarani, kalau keadaan keadaan masih seperti sekarang (tanpa kegiatan) secara finansial perusahaan itu kritis.(R-06)
17 November 2007
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar