Pembaca, apakah anda pernah merasa tidak suka kepada orang yang tidak pernah dilihat dan dikenal sebelumnya? Anda tahu, semua orang diciptakan berbeda dengan karakter fisik yang berlainan. Tidak boleh disalahkan kalau cara memandangnya yang normal bisa memancing kecurigaan orang lain secara alami. Ketika ada yang lewat dari depan rumah ada yang menyeletuk ‘saya lihat orang itu seperti pencuri’.
Ada orang yang merasa kren kalau penampilannya seperti pencuri dan garong. Rambut panjang dan aut-autan. Cuma, dalam gaya seperti itu mereka sering tidak menyadari bahwa ujung rambutnya pecah-pecah dan gersang sehingga penampilan itu menjadi suatu ekspresi kondisi kurang gizi. Padahal penampilan norak seperti itu pada hakekatnya adalah ekspresi keinginan yang tidak terpenuhi. Artinya, seseorang yang membuat penampilan seperti garong yang garang akan menunjukkan suatu kepribadian yang berkeinginan seperti itu tetapi dia tidak sanggup karena lemah. Ini merupakan ciri khas preman kampung yang tidak bersekolah.
Mengasumsikan asumsi merupakan ketidakakuratan yang dobel. Berasumsi berdasarkan penampilan fisik sering menghambat kita bergaul hangat dengan seseorang. Padahal seseorang itu sebenarnya tampil sederhana dan alami sebagaimana dia tercipta. Tidak membuat penampilan tambahan seperti rambut gondrong atau pakai celana jeans koyak-koyak.
Komunikasi adalah sesuatu yang sering absen dalam kehidupan manusia. Untuk orang yang sebelumnya bukan sahabat, senyum ternyata adalah kunci pembuka komunikasi antar manusia. Misalnya, kontraktor (orang yang ngontrak) yang baru menghuni rumah sebelah. Biasanya, kontraktor datang saat hari sudah gelap. Tetangga sudah mengunci rumah dan nonton TV.
Keesokan harinya, masing-masing memulai aktivitas dan sama-sama tidak punya waktu bertegur sapa. Keadaan seperti itu bisa berlangsung hingga satu minggu menunggu hari libur Minggu. Kalau semua pihak sama-sama orang sibuk, mereka akan saling mengerti bahwa tidak ada rasa tinggi hati dalam pikiran mereka, apalagi masih sama-sama kontraktor.
Orang yang tidak sibuk sering berpikir bahwa orang lain juga persis seperti dia, punya waktu untuk memikirkan orang lain. Tetapi karena kenyataan tidak seperti itu maka orang yang tidak sibuk itu menganggap orang tersebut tinggi hati. Dalam hal ini, kata level sangat menentukan.
Seseorang bisa menuduh seorang anak kepala desa tinggi hati. Padahal camat tidak pernah berpikir seperti itu terhadap keluarga kepala desa tersebut. Kepala desa boleh mengatakan seorang camat tinggi hati. Tetapi bupati tidak pernah berpikir seperti itu. Yang salah adalah orang yang menganggap orang lain tinggi hati, bukan orang yang dianggap tinggi hati itu.
Nah lain kali, kalau anda menganggap orang lain tinggi hati maka pergunakanlah itu sebagai momen untuk menyadarkan diri sendiri bahwa level kita belum saatnya untuk disapa ramah oleh orang yang sangat sibuk. Kebetulan volume otak manusia tidak jauh beda. Sementara volume kerja otak itu sangat berbeda. Jangan mengharapkan orang memikirkan kebutuhan kita (kebutuhan untuk diramahi) karena untuk menyelesaikan masalah yang sudah sumpek di otaknya saja orang itu tidak punya waktu sisa. Harap maklum. Kalau ada orang tidak saling ramah dan sekaligus tidak saling menuduh tinggi hati, berarti proses modernisasi sedang mengalir deras dalam diri kedua orang itu. Menuduh orang lain tinggi hati, berarti modernisasi masih terganjal, mungkin karena kemiskinan atau karena kebodohan.*L.Sinaga
25 November 2007
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar