Sosor Lontung-Dairi Pers: Duduk diatas tembok yang letaknya persis dipinggir jalan menuju Bunturaja persisnya di desa Sosor Lontung, Si-empat Nempu, Dairi. Kendati wajahnya tersembunyi dibalik tudung namun masih tampak sisa wajah keras itu. Ini sebuah perjalanan anak manusia Pak Ranto Simaremare yang kembali ke alam setelah jauh terbang dengan kehidupan keras terminal Sidikalang. “ Ada kedamaian yang hakiki kala saya menatap ladang ini “ ujarnya kepada Dairi Pers Selasa (13/11).
Mungkin menjadi petani tak semua orang mau dan rela. Apalagi itu dari bekas anak pasaran. Banyak yang memilih hidupnya rapi dan jauh dari lumpur. Namun sejauh apapun bangau itu terbang akan kembali ke sarang juga. Agaknya inilah perjalanan seorang Pak Ranto Simaremare yang kini konsen menjadi petani di desanya Sosor Lontung, Kec. Siempat Nempu, Dairi. Kedamaian yang hakiki itu yang dicarinya.
Sebagai petani sawah Pak Ranto ini mengatakan banyak suka dukanya dan duka yang paling menyakitkan kala panen gagal mungkin terserang hama tikus dan mahalnya harga pupuk. Disebutkan sawahya seluas 7 rante tersebut ditanami padi jenis IR 100 dengan masa tanam hanya 100 hari panen. Dari lokasi itu bisa menghasilkan gabah kering 120 kaleng. Hasil panen seperti itu menurutnya tergolong sukses. Namun untuk tahun ini disebutkan tidak menggunakan bibit unggul lagi dan diganti dengan jenis padi Siangkat. Namun disebutkan hasilnya jauh lebih sedikit dengan padi jenis unggul. Disebutkan menjadi petani secara kedamaian jauh lebih terasa dibanding menjadi anak terminal. Ayah yang telah dikaruniai 6 anak ini sudah memasuki usia 50-an. Saat dipertanyakan apa yang diharapkannya ke depan ayah yang beristrikan boru Purba ini menyebutkan tidak banyak hanya menginginkan kehidupan yang lebih baik. Pupuk tidak mahal dan damai di keluarga.
Disamping sawah ini saya juga berkebun kopi dan hasilnya lumayan untuk menghidupi keluarga. Jika saya ingat waktu diterminal setiap hari dengan pakaian necis. Sepatu disemir namun itu hanya untuk diri sendiri. Makan selalu enak. Namun ternyata apa yang paling enak adalah kedamaian yang hakiki kendati itu hanya ikan asin bersama keluarga, sebutnya kalam.
Pak Ranto menyebutkan kalau kehidupan petani daerah itu memang hanya untuk kebutuhan sehari-hari saja .Umumnya masyarakat petani daerah itu tak mengenal yang namanya pupuk bersubsidi. Kami tidak pernah kenal itu pupuk bersubsidi dan yang ada kami selalu belanja pupuk dari alam raya. Habis”ujarnya. Padahal diakuinya dengan kondisi petani seperti di daerah itu sudah sangat dibutuhkan pupuk bersubsidi.
Tak banyak yang diimpikannya lagi. Sambil mengawasi sawahnya yang tengah dibajak ayah yang anaknya yang paling besar sudah menjadi PNS ini mengatakan bisa mewujudkan sepetak sawahnya menjadi kolam pancing. namun untuk mendapatkan bibit masih sulit. Memang kita mendengar ada bibit ikan dari Dinas pertanian Dairi namun kita tidak tahu prosedur untuk medapatkannya. Ini memang sudah ada bibit ikan nila na-mun jumlahnya masih sedikit. Kalau pemerintah Dairi bisa membantu pihaknya sangat berharap mendapat bantuan bibit ikan tersebut., ujarnya. (R.07)
25 November 2007
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar