Salak-Dairi Pers: Warga yang menghuni daerah Translok Kuta Liang, Desa Majanggut II, Kec.Kerajaan, Kab.Pakpak Bharat pada tahun 1990-an tidak bisa disalahkan. Program pemerintah yang dilakukan hanya untuk memenuhi jadwal pelaksanaan proyek sering tidak berkelanjutan seperti niat semula yakni menyejahterakan rakyat.
Desa Majanggut II merupakan daerah yang sangat terbelakang dan terisolasi. Tidak ada akses hubungan darat dari desa itu ke ibu kota Kec. Kerajaan maupun desa lain di kecamatan itu. Satu-satunya jalan ke desa itu harus melalui Desa Simervara, Kec. Pergetteng-getteng Sengkut kemudian ke Salak, ibu kota Kab.Pakpak Bharat. Hingga saat ini warga yang menetap di sana tidak sampai 10 KK.
Desa itu ditinggalkan penghuninya karena masalah sarana jalan yang tidak baik untuk mendukung kemajuan perekonomian warga. Padahal jarak desa itu ke ibu kota kabupaten hanya 12 km. Jarak itu tidak seberapa kalau didukung sarana transportasi yang baik, kata Kepdes Jamsen Solin kepada Dairi Pers di Sidikalang Rabu (14/11).
Dengan kondisi desa yang hanya dihuni warga tidak sampai 10 KK, pemerintah tidak mungkin menjadikan desa itu menjadi prioritas pembangunan. Itu sebabnya warga Translok terdahulu maupun putra daerah serta orang lain harus datang untuk tinggal di sana. Soal prospek perolehan hak atas lahan pertanian, kepala desa itu mengatakan lembaga adat Sulang Silima marga Solin Kuta Liang memiliki mekanisme penyerahan tanah kepada pendatang. Menurutnya, karena lahan yang ada di sana adalah hak ulayat maka tidak ada perseorangan yang bisa menyerahkan tanah kepada orang lain, termasuk kepala desa.
Jamsen Solin mengatakan pemerintahan Desa Majanggu II membutuhkan dukungan warga masyarakat, tokoh adat, tokoh agama, tokoh masyarakat dan paling utama putra daerah pemegang hak ulayat di manapun berada. Kepala desa itu tetap meyakinkan warga yang ingin menetap tinggal menjadi warga Desa Majanggut II bahwa para tokoh adat Marga Solin adalah orang-orang bijaksana dan tidak akan membiarkan pendatang terlantar begitu saja. Kepdes itu menyatakan siap menerima kritikan dan nasehat dari para penatua pemegang hak ulayat demi pembangunan Desa Majanggut II.
Ongkos angkut hasil pertanian dengan sepeda motor mencapai Rp1.000/kg hingga Desa Simervara di mana kenderaan roda empat menunggu pada hari pekan. Menurut Jamsen, kalau kenderaan roda empat sudah bisa masuk hingga ke desa, ongkos angkut hasil pertanian diperkirakan bisa turun menjadi Rp500/kg. Kalau ongkos angkut itu turun menjadi Rp500/kg sudah sangat membantu perekonomian masyarakat, katanya.(R-06)
25 November 2007
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar