Salak-Dairi Pers: Sudah tiga tahun masyarakat Pakpak Bharat memberikan amanah kepada wakil-wakilnya melalui pemilihan legislatif tiga tahun yang lalu namun masyarakat belum dapat merasakan apa yan telah diperbuat atau dikerjakan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten itu yang menyentuh langsung kepada rakyat, alisa kinerja DPRD belum sesuai harapat masyarakat. Hal itu diakui DPRD setempat melalui tim 15/tim perubahan pada temu persnya, Rabu (24/10) digedung Dewan Sindeka kepada sejumlah wartawan.
“Kami mengakui memang selama tiga tahun kami telah bekerja selaku DPRD namun belum bisa memberikan pencerahan dan kemakmuran kepada masyarakat, karena itu kami mohon maaf. Tetapi kegagalan itu selain pada kami anggota juga terdapat pada unsur pimpinan DPRD, karena mereka kurang transparan dan kurang menetralisir anggota” ujar Sony P Berutu.
Sony menambahkan sebagai contoh unsur pimpinan yang tidak bisa menetralisir anggota, setiap ada sidang selalu di penghujung tahun baik itu sidang LKPJ maupun PAPBD serta sidang-sidang lainnya. Menurutnya lagi pimpinan fraksi dari tiga fraksi yang ada di dewan itu telah membubuhkan tanda tangan dalam surat mosi tidak percaya kepada ketua DPRD Mansehat Manik, SPd.
Ketika ditanya wartawan kenapa baru ditahun ketiga mosi tidak percaya itu timbul? Padahal dari tahun pertama wakil rakyat itu tidak pernah berbuat kepada rakyat/masyarakat, mereka menjawab “ditahun pertama kita masih ada tenggang rasa dan menunggu mungkin ditahun kedua ada perubahan, tapi bosan kita menunggu sampai tahun ketiga tetap begitu (2007-red) tidak ada perubahan makanya 15 orang anggota DPRD sepakat membentuk tim 15/tim perubahan” ujar Sony lagi.
Sementara sebelumnya, Juanda A Banurea selaku Jubir (Juru Bicara) tim 15 mengatakan, lahirnya mosi tidak percaya kepada ketua DPRD Mansehat Maik,SPd dikarenakan berbagai hal diantaranya : 1. Ketua Dewan tidak komitmen menjalankan kesepakatan saat rakerda di Parapat tahun 2006 dan rakerda di Brastagi tahun 2007. Dalam kesepakatan itu terungkap kata Juanda, setiap mengesahkan sesuatu yang berkaitan dengan DPRD ketua dan anggota harus melalui musyawarah tapi pelaksanaannya dilapangan tidak seperti itu. 2.Penggunaan SPPD sering digunakan untuk kepentingan pribadi. 3.Setiap ada kegiatan/kunjungan kerja DPRD keluar kota dipotong uang tanda tangan Rp 500.000,-/dewan. 4.Ketua tidak mampu mengatur jadwal sidang-sidang, karena setiap tahun jadwal sidang selalu diakhir tahun bahkan berdekatan waktunya semuanya, sehingga kami (dewan-red) kadang-kadang terburu-buru melaksanakannya yang membuat masyarakat menganggap kami kurang serius bekerja.
Disinggung mengenai adanya pemberitaan disalah satu media massa terbitan Medan seputar mangkirnya 2/3 dari jumlah anggota dewan di kabupaten itu pada sidang paripurna penyampaian pemandangan umum fraksi-fraksi Kamis (11/10) lalu, karena kurang jelasnya ‘uang sidang’ mereka (tim 15-red) menyangkalnya. “Kami tidak hadir saat sidang penyampaian pemandangan umum fraksi-fraksi kamis lalu karena tidak adanya uang sidang, tapi kami tidak senang kepada unsur pimpinan sebab mereka tidak transparan. Kalau masalah uang sidang dari dulu itu tidak pernah kami terima karena sidang adalah salah satu tugas rutin DPRD” ujar Juanda.
Pantauan sejumlah wartawan, dari 15 orang tim perubahan yang menghadiri konferensi pers tersebut 10 orang. (PB-01)
04 November 2007
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar