Gelombang unjuk rasa terus bergulir seiring dengan rencana pemkab Dairi membangun pasar Sidikalang menjadi pasar modern. Pedagang bilang itu terlalu mahal dan tidak menyebelah rakyat pedagang. Demo juga digelar bahkan bergelombang. Apa yang pantas disimak dari kondisi ini yakni betapa menghadapi pedagang tidaklah mudah.
Disisi lain pedagang dihadapkan dengan kenyataan mata pencaharian yang setiap harinya harus membuka kios dan tokonya di pusat pasar tersebut. Ketika pembangunan pasar dimulai konon selama setahun dan pedagang harus berpindah disikapi dengan rasa resah.suatu hal yang wajar karena memang mereka hidup dari lokasi itu.
Namun disisi lain harus diakui lokasi pasar Sidikalang sudah tidak memadai dengan bangunan yang sudah puluhan tahun. Laju pertumbuhan jumlah pedagang juga sudah tidak mampu menampung pedagang yang beraktifitas disana. Mengapa demo begitu gencarnya bahkan bergelombang. Jawaban tak lain sebuah rencana trennya harus dimulai dengan sosialisasi.
Menyimak sosialisasi memang dilakukan tim terpadu pemkab Dairi namun yang menjadi persoalannya adalah sosialisasi bertahap ditambah adanya pihak yang mengipas kondisi itu hingga bara yang tadinya tidak berapa membara akhirnya membara bahkan mengeluarkan bunga api.
Pasar dengan bangunan bernilai Rp. 18 Milliar itu juga dituding pedagang asal direncanakan tanpa meminta pendapat pedagang. Ini perlu suatu tindakan tegas dari pemkab Dairi atas status dan kepemilikan lokasi berjualan. Bayangkan jika bangunan pemerintah harus meminta persetujuan rakyat. Proyek tidak bakalan selesai.
Pertemuan beberapa kali di DPRD Dairi memang sepertinya telah membawa suatu keputusan yakni harga turun. Wabup Dairi KRA Johnny Sitohang dengan lantang berucap penurunan harga 25 s/d 40%. Suatu keputusan yang sebenarnya berani dan beresiko marwah pemkab Dairi. Ketika kepemilikan los pasar konon sudah ditentukan sesuai peraturan bank namun bisa saja dengan mudahnya diturunkan. Bukankah pemkab Dairi yang berurusan dengan rakyat harus terlihat sejalan. Terus semudah itukah merubah kredit bank. Suatu penistaan logika serta mungkin pameran kekurang kompakan pemkab Dairi.
Gonjang-ganjing pasar Sidikalang memang sudah berlangsung namun keputusan menurunkan harga tentu akan berpengaruh pada banyak sisi. Memang keputusan itu pasti membawa angin segar pada pedagang namun pada sisi pemerintah adalah suatu cemeti ketidak akraban dan kekurang kompakan.
Namun apa juga yang pantas disimak yakni betapa masyarakat juga tidak benar sepenuhnya betapa suatu fakta ketika untuk mengkredit sepeda motor atau mobil misalnya dikenakan DP (panjar) sampai puluhan juta masyarakat mau dan mampu . Namun ketika untuk mengkredit usaha yang untuk lahan penghasilan menjadi mandek. Ini suatu fenomena betapa rakyat juga tak benar sepenuhnya. Dan pemkab Dairi sebenarnya harus tegas dari awal betapa mahalnya sebuah keputusan dan ketetapan. Bukan asal naik atau turun.
Pasar Sidikalang memang tak bisa ditunda lagi namun masalah sosial yang bergelut didalamnya juga harus dibenahi. Untuk mempertahankannya juga sudah tidak mungkin. Ketegasan perlu dan harus diyakini betul adalah lahan itu milik pemkab Dairi dan pemkab Dairi berhak menerapkan peraturan dan perundangan sejauh tidak merugikan masyarakat. (***)
04 November 2007
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar