Sidikalang-Dairi Pers: Infrastruktur jalan dan jembatan merupakan pendukung utama kehidupan masyarakat modern. Perkembangan usaha pertanian dan perkebunan yang tidak didukung infrastruktur pasti tidak bisa berkembang karena produksi dan pasar tidak bisa dihubungkan.
Masyarakat modern harus berhubungan dengan masyarakat lain agar bisa maju. Produksi dan konsumen harus bertemu agar menimbulkan dnamika ekonomi. Interaksi antar manusia yakni produsen dan konsumen merupakan unsur utama kemajuan ekonomi. Sementara untuk menggapai kemajuan, setiap orang harus mengakui bahwa induk dari segala bentuk kemajuan adalah kemajuan ekonomi. Kemajuan ekonomi akan mendukung kemajuan masyarakat dalam semua bidang kehidupannya.
Pada zaman modern saat ini, usaha perekonomian seperti pertanian, perkebunan dan perdagangan tidak bisa bergerak maju tanpa dukungan infrastruktur yang memadai. Infrastruktur itulah yang menjadi hambatan bagi ratusan kepala keluarga masyarakat Desa Lae Rambong, Kec. Silima Punggapungga, Kab.Dairi untuk memajukan perekonomiannya. Mantan kepala desa yang baru menyelesaikan periodenya Kamson Sinaga mengatakan kondisi infrastruktur yang sangat memprihatinkan membuat masyarakat tidak bisa bergerak secara ekonomi dan pada akhirnya tidak bisa bergerak dalam berbagai aspek kehidupan lainnya.
Dia mengatakan selama menjadi kepala desa dia bersama-sama perangkat desa telah berupaya mengusulkan perbaikan jalan dimaksud, baik pada Rakorbang maupun pen-dekatan langsung ke Bappeda. Namun hingga saat ini Pemkab belum melakukan hal yang signifikan terhadap permohonan dimaksud. Saat ini Kamson Sinaga mencalon diri kembali menjadi kepala desa dan berjanji akan bekerja lebih keras memperjuangkan pembangunan ke desanya.
Menurutnya, budaya gotong royong masih berjalan dengan baik di desa itu. Setiap bulan masyarakat melakukan gotong royong memperbaiki jalan atau membuka jalan. Gotong royong dimaksud sudah terjadwal dengan baik dan bisa berjalan dengan baik dengan komando kepala dusun masing-masing. Gotong royong telah menghasilkan pembukaan jalan sepanjang 9 km. Dia berharap pemerintah menyikapi niat baik masyarakat itu. Menurutnya, perkerasan saja sudah sangat membantu agar truk bisa masuk ke desa itu untuk mengakut hasil pertanian. Kamson Sinaga mengatakan puluhan ton buah kelapa sawit terbuang begitu saja karena tidak bisa diangkut untuk dijual.
Warga harus mengangkut produksi pertanian dengan cara memundak atau dengan pedati. Ongkos pengangkutan menggunakan jasa pedati memakan biaya Rp300-Rp500 per kilogram untuk jarak hanya tiga kilometer hingga jalan di mana mereka mendapatkan pengangkutan roda empat untuk membawa sampai ke pasar tradisional di Pardomuan. Memundak atau mengangkut dengan jasa pedati dengan ongkos setinggi itu tidak memungkinkan warga memanen kelapa sawit. (R-06)
04 November 2007
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar