T. Pinem-Dairi Pers: Cukup dilematis memang soal hutan tanaman rakyat. Pasalnya hutan kemiri yang merupakan milik rakyat di Tanah Pinem ini sudah menjadi hutan penyanggah longsor. Namun kini hutan kemiri ini sudah dibabat masyarakat dan dinas kehutanan sebagai instansi pemerhati koservasi tanah tak mampu berbuat apapun. Jika ini dibiarkan tak lama lagi ekonomi kecamatan ini akan porak poranda bahkan mati.
Ketua PHP Tanah Pinem Sentosa Pinem menyebutkan sekitar 50 % hutan kemiri milik rakyat sudah ditebang. Berbagai factor penyebab hutan rakyat ini dibabat. Namun yang paling utama adalah munculnya hama tanaman kemiri yang mengakibatkan buah jatuh pada usia muda. Disisi lain warga masih miskin hingga memilih batang kemiri dijual.
Batang kemiri yang dijual ke industri meubel dan bahan bangunan di Medan ini biasa diangkut dengan truk. Batang kemiri dipotong-potong sepanjang 2 meter berbentuk gelondongan .. Harga yang diberikan kepada pemilik kemiri yakni 1 truk Rp.700.000 dan paling tinggi Rp. 1 juta. Namun itu menjadi pilihan masyarakat di sana mengingat sulitnya ekonomi dan tidak menjanjikan lagi tanaman itu.
Sentosa Pinem menyebutkan dalam waktu tidak terlalu lama lagi kalau daerah ini tidak secepatnya moratorium perambahan hutan kemiri maka bukan tidak mungkin daerah ini akan terkena musibah bencana longsor atau banjir banding . Memang kini sering terjadi longsor pada lahan-lahan yang kayunya ditebang . Namun ukurannya masih relative kecil. Namun bila terus berlangsung bukan tidak mungkin ke depan bencana lebih besar bisa terjadi layaknya bencana Lau Petundal beberapa waktu silam.
Menteri kehutanan MS Kaban dalam beberapa kali kunjungannya ke Tanah Pinem menyebutkan perlunya menjaga hutan termasuk diantaranya menjaga hutan rakyat karena sangat berperan menjaga konservasi lahan. Indonesia bertengger pada papan atas untuk kerusakan hutan.. Komitmen pemerintah untuk terus memerangi illegal loging terus dilakukan.
Sementara itu warga desa di Tanah Pinem menyebutkan sebenarnya mereka tidak bermaksud menjual batang kemirinya. Namun kemiri daerah itu rusak. Disebutkan saat berbunga kondisinya masih bagus. Namun saat buah masih muda sering menjadi gugur. Tinggal hanya beberapa buah yang berhasil hingga panen. Jika diteliti secara seksama ditemukan semacam wereng pada buah kemiri muda. Tak lama kemudian buah muda ini akan gugur.
Sebenarnya warga mencoba mengatasi hama ini dengan membakar belerang dibawah pohon kayu kemiri. Jika ini dilakukan maka buah kemiri aman dan tidak gugur. Hal ini menurut masyarakat telah dilaporkan ke Dinas pertanian Dairi namun hingga kini belum mendapat tanggapan.
Dengan kondisi buah yang tidak terjamin ditambah bujukan para calo kayu kemiri maka warga memilih menjual batang kemirinya. Padahal perhitungan ekonominya sangat merugikan. Yakni untuk 1 batang kayu kemiri bila panen bisa menghasilkan 8 kaleng buah kemiri kupas. Harga per Kg Rp. 13.000. Ini sama artinya sekali panen saja buah kemiri bisa menghasilkan harga Rp. 1 juta lebih sama dengan harag satu pohon kemiri. Namun saat serangan hama pada buah kemiri terjadi , mereka memilih menjual batang kayunya.
Namun penjualan batang kemiri ini melahirkan persoalan baru ancaman longsor dan banjir bandang di beberapa desa di Tanah Pinem. Kepada instansi terkait khususnya dinas pertanian Dairi warga sangat berharap peranannya dalam mengatasi hama yang menyerang tanaman mereka. Kurangnya tanggapan dinas pertanian atas keluhan warga ini bisa membuat kondisi semakin menyusahkan warga Tanah Pinem. (BS)
23 September 2007
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar